BOGOR – Terkait munculnya skandal korupsi proyek Jembatan Otista yang menyeret nama calon Walikota Bogor, Muhammad Rezki Pengamat Tan Malaka Institute meminta KPK dan kejaksaan seharusnya bisa lebih cepat bertindak supaya warga Kota Bogor tidak lagi salah memilih pemimpin dalam proses pemilihan kepala daerah (pilkada) mendatang. Jum’at, (27/09/2024)
Sepatutnya dugaan kasus tindak pidana Korupsi ini juga harus menjadi perhatian publik, khususnya bagi warga kota Bogor yang akan memilih calon pemimpinnya yang bersih dari perkara apapun.” Ujar Rezki
Lanjut Rezki mengatakan, Sebagaimana yang sudah ramai diberitakan media, kasus korupsi proyek senilai 101 Milyar ini telah menyeret beberapa nama beken diantaranya mantan walikota Bogor Bima Arya dan wakilnya Dedie Rachim, termasuk Rena Da Frina selaku mantan Kepala Dinas PUPR, serta Ketua DPRD Kota Bogor Atang Tristanto yang saat ini juga mencalonkan diri sebagai calon Walikota Bogor.
” Kasus ini pun terjadi ketika Dedie Rachim masih menjabat sebagai Wakil Walikota mendampingi Bima Arya. Kenyataan ini tentunya semakin membuka mata warga kota Bogor agar lebih selektif lagi dalam memilih calon pemimpin yang tidak minim integritas, serta bersih dari kasus apapun.” Tegas Muhammad Rezki
Lanjutnya, Jika dugaan tersebut benar adanya, apakah mereka ini tidak akan melakukan perbuatan yang sama jika terpilih kembali? Saya rasa sih akan melakukan hal yang sama, karena sama-sama kita ketahui kalau biaya politik itu sangat besar, artinya ada upaya buat mengembalikan modal pencalonan dirinya.
“Saya berharap semua media massa khususnya teman-teman media Kota Bogor, LSM Kota Bogor, Ormas, serta seluruh warga Kota Bogor harus ikut kawal dugaan kasus tindak pidana Korupsi ini. Jangan sampai warga Kota Bogor memilih pemimpin yang salah.” Tegas Rezki
lanjut Rezki mengatakan, Jujur saya sampaikan apresiasi dan respect saya untuk media kupasmerdeka.com yang saya lihat begitu luar biasa konsisten dalam upayanya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan informasi yang sangat penting kepada masyarakat.
” Saya berharap semua teman-teman media terus menunjukkan kepeduliannya kepada masyarakat dengan memberikan informasi dan mengawal jalannya demokrasi di kota Bogor ini khususnya.” Pungkasnya
Saya juga melihat, ketentuan-ketentuan yang ada saat ini menunjukkan bahwa meskipun peraturan telah dibuat untuk menjaga integritas calon kepala daerah, namun celah hukum nya masih ada, terutama terkait dengan status calon yang belum mendapatkan putusan hukum tetap, seperti tersangka korupsi.” Ujar Rezki Pengamat Tan Malaka Institute
Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan peraturan KPU juga memberikan ketentuan lebih lanjut mengenai pencalonan pejabat publik, namun belum ada aturan eksplisit yang secara otomatis menggugurkan pencalonan seseorang hanya karena status tersangka.” Ujarnya
Lanjutnya, Hal ini tentunya menimbulkan dilema, karena meskipun seorang calon yang mungkin terlibat dalam kasus korupsi, mereka masih dapat berpartisipasi dalam kontestasi politik selama belum ada keputusan hukum yang berkekuatan tetap (inkracht).
” Ketidakjelasan ini terjadi karena belum adanya peraturan yang secara gamblang melarang seorang tersangka korupsi untuk maju dalam pilkada. Akibatnya, status “tersangka” sering tidak menjadi penghalang bagi calon kepala daerah untuk tetap mencalonkan diri yang pada akhirnya membuka ruang bagi potensi penyalahgunaan kekuasaan dan merusak integritas proses pemilihan. Tegas Muhammad Rezki